Direktur Asosiasi Kebudayaan Budai Kabupaten Chiayi Tsai Jiung-chiau dengan hati-hati menyekop bunga garam tipis bagaikan kertas yang terapung di atas kolam kristal air garam. Ini adalah ìbungaî yang hanya ditemukan pada musim semi dan panas, jelasnya. Kalau cukup hangat saat fajar, pada saat permukaan kolam tersinar matahari dan tertiup angin, kristal berbentuk piramida akan terbentuk.
“Garam yang dikeringkan di musim yang berlainan mempunyai rasa yang berbeda-beda,” tutur Tsai. Sepuluh tahun sudah berlalu sejak dia terjun untuk bekerja di Ladang Garam Zhounan pada 2008. Sekarang, ladang tersebut tidak hanya bisa menghasilkan garam berkualitas tinggi, juga sepenuhnya bercorak Taiwan. Tsai juga berusaha mengintegrasikan keunikan garam tersebut ke dalam kehidupan rakyat, menawarkan satu pilihan tambahan bagi para koki rumah tangga.
Restorasi Ladang Garam
Ladang Garam Zhounan di Kota Budai, Kabupaten Chiayi, pertama dibuka pada 1824, merupakan salah satu ladang garam utama di Taiwan sejak Dinasti Qing dan mencatat era paling gemilang pada 1960-1970an dimana jumlah karyawannya mencapai sekitar 1.000-2.000 orang. Tapi pada tahun 2001, Korporasi Perindustrian Garam Taiwan (sekarang Taiyen Biotech) mengumumkan penutupannya atas pertimbangan unsur keuangan. Dengan itu, zaman emas industri garam jemur Taiwan resmi berakhir.
Atau begitulah tampaknya. Pasalnya, meski sejarah “industri garam” sudah berakhir, terlahirlah suatu konsep “budaya garam” dalam konteks kebudayaan dan perindustrian pariwisata. Sejak 2003, dibawah dorongan kelompok budaya lokal dan dipromosikannya pariwisata budaya, banyak ladang garam di Taiwan direstorasi, termasuk Jingzaijiao dan Jiucheng di Distrik Beimen, Nanliao di Distrik Annan, Lehuocun di Distrik Qigu, semuanya di Kota Tainan, dan Zhounan di Budai, Chiayi.
Tahun 2008, Ladang Garam Zhounan dibuka kembali oleh Asosiasi Kebudayaan Budai setelah nonaktif sepanjang tujuh tahun. Salah satu pendukung utama adalah Tsai Jiung-chiau yang sendirinya sering main-main di ladang garam tersebut pada masa mudanya. Tapi pada 2008 orang-orang sudah pindah dan alam sudah mengambil alih ladang tersebut, menjadikannya sebagai tempat bermain bagi burung liar dan ikan. Ketika hujan, ladang menjadi kolam; saat musim panas, kemarau meretakkan tanah. Perlahan-lahan, tanah di sana menjadi longgar dan tidak lagi mampu menyerap air, sementara tanggul tanah yang dibangun untuk kolam garam sudah runtuh.
Menghadapi semua ini, Tsai dan beberapa pekerja ladang garam berusia lanjut tidak punya pilihan lain kecuali menggulung lengan baju dan celana, berusaha membangun kembali kolam, saluran air dan tanggul tanah dengan cara tradisional. Kandungan garam di tanah yang berulang kali basah akibat hujan dan kering lagi setelah terjemur sudah berkurang banyak, maka mereka membeli 300 ton garam dari perusahaan Taiyen untuk memulihkannya. Melalui kerja keras sepanjang tiga tahun, ladang garam tersebut sudah siap untuk produksi.
Formula Produksi Garam
Proses produksi garam jemur dibagi ke dua tahap: penguapan dan kristalisasi. Konsentrasi garam air laut mecapai tiga derajat Baumé (skala Baumé dipakai dalam teknik kimia untuk mengindikasi konsentrasi mineral dalam larutan), yang berarti satu liter air laut mengandung kira-kira 30 gram garam. Ketika air garam mencapai kadar garam 25-29 derajat Baumé, garam (natrium klorida) yang dikandungnya akan mulai mempresipitasi dan membentuk kristal.
Secara teoretis, prosesnya sangat sederhana: Air laut dikumpulkan di kolam dan dikeringkan untuk meninggikan padatan garam. Tapi andaikata curah hujan sangat tinggi pada musim panas, proses penguapan akan menjadi bagaikan ujian bagi para pekerja, karena kalau air garam terlalu larut, semuanya harus diulang dari awal.
Ketika salinitas mencapai 25 derajat Baumé, air garam dikumpulkan di lubang air garam. Air garam di lubang yang juga disebut sebagai “bank air garam” itu kemudian disalurkan ke kolam kristalisasi untuk menghasilkan kristal garam. Kolam-kolam ini membutuhkan waktu lebih panjang pada musim dingin, ketika proses kristalisasi bisa saja memakan waktu tiga minggu, jauh lebih panjang daripada satu minggu yang dibutuhkan pada musim semi dan panas.
Dikatakan secara sederhana, Tsai Jiung-chiau menyimpulkan proses penjemuran garam dengan formula sebagai berikut: (air laut + tanah + angin monsun + sinar matahari) × manusia = garam.
Kristalisasi Hubungan
Manusia dan Lingkungan
Iklim lembab dan banyak hujan di Taiwan sebenarnya tidak sesuai untuk penjemuran garam, tapi kecerdasan serta pengalaman generasi masa lampau telah mengembangkan teknik untuk mengatasi kekurangan lingkungan, dan menulis halaman sejarah penjemuran garam Taiwan sepanjang 338 tahun.
Ahli penjemur garam mengatakan, “Untuk menjemur garam, air harus dijemur dulu; untuk menjemur air, tanah harus dijemur dulu.” Di masa lalu, ketika membangun ladang garam, pasang surut air laut digunakan untuk mengalirkan air garam ke petak ladang dengan berbagai ketinggian. Ketika mengajarkan cara ini kepada pelajar, Tsai selalu meminta mereka melipat sebuah perahu kertas dan meletakkannya di saluran air. Dengan mengamati jalan perahu itu, para pelajar akan tahu bagaimana cara tersebut bekerja.
Air yang lebih asin lebih berat dan akan tenggelam ke bawah, maka air garam di kolam garam akan berada di level paling bawah. Kendati dicampurkan air tawar, air garam tidak akan menjadi encer, sebaliknya akan terpisah menjadi dua tingkat, atas dan bawah.
Suatu lapisan ubin diletakkan di bagian paling bawah ladang garam Zhounan, bertujuan memisahkan lumpur agar garam yang diproduksi bisa lebih bersih. Selain itu, lapisan glaze di permukaan ubin menyerap radiasi gelombang pendek matahari sehingga menjadi lebih hangat dan mempercepat proses kristalisasi.
Sejak kembali beroperasi, hanya dua hektar dari ladang garam direstorasi menjadi ladang yang berfungsi, 18 hektar lainnya dipertahankan pada wajah semula saat ladang garam ditutup. Ekologi bervariasi dengan penghuni seperti burung pincang (black-winged stilt), burung kuntul (egret) dan ikan Wu-Guo sepenuhnya terlindung, mencerminkan kecerdasan leluhur mengadaptasi dalam alam.
Belajar Ketrampilan
Di masa lampau, produksi garam jemur difokuskan pada kuantitas dan kualitas, dimana garam berkualitas top harus mengandung setidaknya 90% natrium klorida, paling banyak 7% air dan tidak lebih dari 3% elemen lain. Industri “budaya garam,” sementara itu, lebih menitikberatkan beragam aspek budaya produksi garam, dan Ladang Garam Zhounan telah memilih untuk berfokus pada rasa garam.
Pekerja ladang garam bisa mengontrol kepadatan air garam untuk memproduksi garam dengan rasa yang berlainan berdasarkan kandungan mineral. Misalnya, pengendapan akan terjadi terhadap kandungan besi dalam air laut pada saat kepadatan adalah lima sampai sepuluh Baumé, sedangkan magnesium dalam air laut sekitar 28-29 derajat bercondong lebih tinggi. Menurut Tsai, mineral yang berlainan mempengaruhi rasa garam dengan cara berbeda-beda. Kalsium sedikit asam manis, magnesium sedikit pahit, dan besi serta kalium membawa rasa asam. Kandungan mineral berlainan bisa menimbulkan perubahan kecil dalam rasa dan aroma sayur yang dimasak. Mencari kombinasi yang disukai bisa menghasilkan kejutan dalam hidangan di atas meja.
Agar bisa memproduksi garam dengan rasa baru, Tsai selalu ingat akan formulanya, selalu rajin mencatat semua statistik dalam proses produksi garam, termasuk tanggal, waktu, suhu, kelembaban serta curah hujan, dan selalu dengan teliti mempelajari ketrampilan yang dimiliki setiap pekerja generasi tua.
Menjemur Garam Beraroma Taiwan
Ladang Garam Zhounan merayakan restorasi ladang tahun ke sepuluh pada 2017. Tsai mengemukakan, pada saat baru mulai, Dewa Tanah Tudi Gong memberikan tiga ujian bagi mereka. Satu, merestorasi ladang garam dengan cara tradisional; dua, menyeimbangkan produktivitas dengan kesadaran lingkungan; dan tiga, menciptakan gaya unik sendiri.
Ujian pertama dilewati pada 2014 ketika mereka memproduksi “bunga garam” dan “garam embun beku.”
Berbicara tentang ujian kedua, sambil tersenyum Tsai menunjuk ke arah jauh, dimana seekor burung pincang baru saja check-in dengan kemeja putih, jaket hitam dan sepatu bot merah. Inilah bukti kemampuan ladang garam untuk hidup bersama dengan penghuni alam di daerah sekitar.
Bagaimana pula dengan ujian ketiga? Menjemur garam beraroma Taiwan adalah pekerjaan Zhounan dalam satu dasawarsa mendatang, tutur Tsai. Harapannya adalah membawa produk garam Zhounan ke pasar garam internasional, dicoba oleh koki besar dunia untuk menciptakan pencocokan sempurna. Saat hari itu tiba, berarti budaya garam Taiwan sudah global.
Kombinasi air laut, tanah, angin, matahari dan manusia bukan hanya formula utama bagi penjemuran garam. Ketika merindukan banyak industri tradisional yang sudah hilang dari Taiwan, restorasi produksi garam juga bukan lagi hanya preservasi aset budaya, melainkan semangat untuk belajar dari masa lalu, mencari teknik yang tepat dan bekerja sama dengan alam.