Bunga Tung di hutan pegunungan adalah kenangan bersama warga Miaoli. Setiap bulan April ~ Mei, kelopak bunga yang berjatuhan bagaikan salju turun dari langit, lembut semerbak aromanya, suasana hening yang romantis, menggoreskan puisi kehidupan. San-yi dan Nanzhuang, dua kecamatan di pegunungan kecil yang tenang di Kabupaten Miaoli ini pada Februari 2016 mendapat sertifikat dari “Cittaslow Internasional” Italia, setelah mendapat kehormatan ini, kehidupan warga setempat sepertinya mengalami perubahan tapi kelihatannya juga tidak, karena “lamban” adalah pola kehidupan yang telah mengakar di tanah ini. Mereka mendengarkan dan mengikuti ritme suara alam, hidup sederhana dalam keharmonisan dan keselarasan dengan bumi, mengesampingkan hiruk pikuk kehidupan kota, menikmati pesona “lamban” dari kedua kecamatan di Miaoli ini.
Pukul 5 dini hari, sungai Zhonggang, Nanzhuang sudah diramaikan dengan ibu-ibu yang mencuci baju, aliran deras sungai menjadi mesin cuci alami; pukul 7 pagi, bayangan para ibu terlihat di sekitar pasar, dengan beralaskan kertas kardus, mereka menjajakan sayur mayur dan buah-buahan segar hasil petikan kebun mereka, setelah menempatkan alat timbangan, mulailah mereka berjualan; dengan rutin, tepat pukul 9.30 pagi terdengar suara sirine berkumandang…. Inilah gambaran kehidupan sehari-hari warga yang tinggal di Nanzhuang.
Berjalan menelusuri Jalan Guihua (artinya, Bunga Osmanthus) sampai tiba di Pemukiman Shangkan, di sini waktu seolah-olah waktu itu berhenti. Pemandangan rumah-rumah bata merah, bangunan kayu, jalanan batu, semua menunjukkan jejak-jejak sejarah. Bangunan ala Fujian dan Hakka berdampingan. Tidak jauh dari kuil Yongchang, terlihat pula Gereja Presbiterian, etnis dan budaya yang beranekaram berkumpul dan bersinar di sini, menjadi simbol kekayaan ragam budaya Nanzhuang.
Peran Baru Budaya Lokal
Industri pertambangan dan kayu sebelumnya sempat menjadi kegiatan ekonomi penting di Nanzhuang. Jalan Zhongshan yang dikenal sebagai “Jalan tua Shisanjian” di mana pada masa itu merupakan jalan utama dan juga paling ramai di Nanzhuang, beragam bisnis seperti toko kayu, toko besi, toko serba ada, salon dan lainnya hingga pangkalan taksi bisa ditemukan disini. Kejayaan ini terus berlangsung hingga tahun 1963, terjangan angin Taifun Gloria meluapkan air sungai dan menghancurkan tanggul, merendam jalan Zhongshan dan memaksa penduduk dan pemilik toko setempat hanya bisa pindah ke jalan Zhongzheng, sejak saat itu jalan Zhongshan hanya dijadikan sebagai daerah pemukiman, tidak terlihat lagi kegiatan bisnis dan seiring waktu, kejayaan jalan Zhongshan-pun sirna.
Hingga belakang ini, kantor pemerintahan setempat berhasil mendapatkan dukungan dana untuk membenahi jalan tua Zhongshan, ditambah dengan dukungan dari warga sekitar serta kesediaan para pemuda untuk kembali pulang kampung, akhirnya jalan Shishanjian kembali hidup. Beragam cerita mengenai asal muasal dari nama “Shishanjian” bisa anda dapatkan namun ada 2 yang paling sering terdengar yaitu, terdapat seorang saudagar tua disaat waktu senggangnya menghitung toko-toko di sepanjang jalan. Setelah dihitung, ternyata jumlahnya ada 13 toko (Shishanjian) sehingga muncullah nama tersebut. Cerita lainnya adalah, di jalan ini terdapat 13 rumah yang melekat satu sama lain, sehingga warga setempat menyebutnya demikian. Entah yang mana yang benar, meski tidak dapat dipastikan, namun sebutan nama jalan ini sudah akrab di telinga.
Berbeda dengan Jalan Guihua, toko-toko di jalan Shishanjian tidak banyak, wisatawannya juga lebih sedikit, sangat cocok sebagai tempat untuk jalan santai. Berjalan di jalan Shishanjian anda dapat melihat papan nomor rumah di sana berbeda dengan biasanya, papan nomor yang terbuat dari kayu tidak saja mencantumkan nomer rumah tetapi masih terlihat gambar garpu, kue, gunting dan gambar-gambar lainnya yang melambangkan jenis usaha pertama dari pemilik rumah itu. Gambar garpu ditambah dengan gambar kantong melambangkan toko kelontong, patkwa adalah tukang ramal nasib, gunting dan sisir simbol salon, kue menandakan toko roti dan lain sebagainya. Setiap papan nomer memiliki arti tersendiri dan menarik perhatian siapapun yang menelusurinya.
Meskipun toko-toko di sepanjang jalan Shishanjian tidak banyak, mereka yang memilih membuka toko di tempat ini kebanyakan memiliki cinta akan budaya setempat. Setiap kali memasuki toko yang ada, pemilik toko memiliki banyak cerita yang dapat dibagikan pada pelanggan yang datang, keramahan dari warga etnis Hakka mudah dirasakan, moto mereka yaitu “Kebersamaan dengan pelanggan” merupakan salah satu diantaranya.
Bahagia Bersama Murai Biru
Liu Ying-hwa, datang dari kota Taichung, menyukai budaya etnis Hakka, jatuh cinta pada keindahan alam Nanzhuang. Liu yang awalnya bekerja sebagai desain produk akhirnya memilih memulai usaha membuka toko pertama cinderamata kreatif di jalan tua Shishanjian, bahkan ia menjadikan burung murai biru yang sering ditemukan di hutan pegunungan disekitarnya sebagai lambang pembawa kebahagiaan. Liu Ying-hua mengatakan, “Warna biru melambangkan pakaian biru etnis Hakka, burung murai biru pandai menyimpan makanan, seperti halnya ibu-ibu etnis Hakka membuat sayur yang diasinkan, selain itu burung murai biru adalah salah satu dari sejumlah kecil spesies burung yang membesarkan anak mereka secara bersama.” Sehingga dalam benaknya burung murai merupakan simbol semangat etnis Hakka, menyalurkan makna arti kebahagian kebersamaan dengan kerabat dan temannya.
Setelah mencari-cari sekian lama, akhirnya Liu Ying-hwa menemukan &n+ب&b$@٠_ (Hàokè zài yīqǐ) yang artinya “Kebersamaan dengan pelanggan” sebagai nama tokonya. Ia mengatakan, kebersamaan itu adalah kebahagiaan bersama keluarga dan teman dan pelanggan itu adalah seorang teman, menyambut mereka yang datang untuk bermain bersama. Penduduk Nanzhuang adalah dari perpaduan etnis Hakka, Fujian, Suku Atayal, Suku Say-Siyat dan Imigran Baru, “Mereka melebur di budaya Nanzhuang dan tidak saling mengganggu”. Liu Ying-hwa mengatakan, kemeja biru etnis Hakka, gambar burung murai Suku Atayal, bell kayu (sebutan dalam Bahasa Suku Say-Siyat - tapa:ngasan) menjadi unsur yang menghiasi setiap burung murai hasil karyanya.
Liu Ying-hwa membeberkan, kehidupan di Nanzhuang sangat kaya dan beraneka ragam, dari bangun pagi memetik bunga sampai ngobrol dengan para guru seni suku pribumi di Pusat Industri Budaya Walu. Banyak tempat di Nanzhuang yang cocok untuk dijadikan tempat jalan santai, pemandangan hutan pegunungan yang indah, ramahnya ibu-ibu etnis Hakka, menyambutnya bahkan mengajaknya ngobrol sambil menikmati minuman teh di rumah mereka. Petang hari mereka mengundangnya untuk bersantap malam bersama, “Seringkali jarak ke kantor pos yang hanya 5 menit, namun karena sepanjang jalan melewati sederetan pintu rumah mereka, akhirnya setelah 2 jam kemudian baru bisa pulang ke rumah.” ungkap Liu Ying-hwa sambil tertawa riang menceritakan kehidupannya.
Pemandangan bunga Sakura di bulan Februari, bulan April ditemani oleh kerlap kerlip kunang-kunang, hamparan Bunga Tung di bulan Mei, suara kumandang sahutan katak sambil menikmati hamparan bintang dilangit bisa anda temukan pada bulan Juli, kelezatan Kepiting Mitten selama bulan September, untuk November ikuti festival Pasta’ay dari Suku Pribumi Say-Siyat. Keragaman yang berbeda setiap bulannya disajikan di Nanzhuang. Ritme kehidupan yang lamban namun banyak hal yang bisa dikerjakan. Generasi muda yang kembali ke Nanzhuang, membentuk Asosiasi Jalan Tua Shishanjian, dari mengorganisir, mendesain permainan interaksi sambil belajar Bahasa Hakka. Liu Ying-hwa berharap lewat desain seni dapat menyalurkan daya tarik kebudayaan Nanzhuang dan jalan tua Shishanjian sehingga semakin dikenal oleh banyak orang.
Pertanian Kreatif Valai Dendang Keindahan Alam
Menelusuri hingga ujung jalan tua Shishanjiang, mata terpaut pada sebuah kedai kopi bergaya baru. Ini adalah Kantor Petani Nanpu hasil perjuangan keras bertahun-tahun yang dibangun oleh Qiu Xing-wei, selain berfungsi sebagai tempat penginapan “Hostel Laoliao” sekarang juga menjadi toko pertanian kreatif. Toko Pertanian Kreatif Valai adalah namanya, dengan menekankan pada produk pertanian dipadukan dengan kreativitas kaum muda, sebagai upaya untung memberikan semangat baru bagi industri di Nanzhuang. Kata “Valai” ini sendiri berasal dari Suku Atayal yang berarti “Asli” yang kemudian kata ini disadur ke dalam bahasa etnis Hakka yang mengandung makna “Sangat hebat”, memiliki arti pujian kepada hal-hal baik, ini merupakan contoh nyata yang paling baik dari kerukunan perpaduan multikultural.
Toko Pertanian Kreatif Valai menyediakan kuliner yang dirancang berdasarkan bahan-bahan lokal. Di musim semi tersedia menu suku pribumi Taiwan dengan bahan rebung. Sup ayam jamur menggunakan jamur yang ditanam oleh penduduk suku pribumi sebagai menu di musim dingin. Sayur dan buah segar dipadukan dengan beras bebek (beras yang proses penanamannya menggunakan bantuan bebek, dimana bebek dipelihara di lahan pertanian sehingga dapat menyantap hama cacing atau ulat yang bisa merusak padi dan lain sebagainya) menciptakan menu segar di musim panas. Olahan cabai gunung (Bahasa suku aborigin : magao), madu teh menggunakan madu lokal dipadukan dengan magao yang tumbuh liar di pesisir gunung dipetik oleh suku pribumi, menghadirkan citra rasa perpaduan budaya. Qiu Xing-wei menjadikan Valai sebagai panggung memadukan produk lokal, ia tidak saja mendorong pelaksanaan pertanian organik, melainkan harapan yang paling besar adalah mendapatkan kembali kebudayaan etnis Hakka
Pemandangan klasik saat melintasi jalan tol provinsi nomor 3 yang ditemani oleh hamparan padi, perkebunan teh dan tanaman jeruk bertingkat mulai semakin sirna. Petani Hakka telah berabad-abad bercocok tanam secara alami berdasarkan elevasi tanah memiliki makna budayanya sendiri. Untuk itu, agar dapat menghidupkan kembali pemandangan yang mulai sirna itu, toko ini menyajikan Teh Fanzhuang yaitu dengan cara pengolahan tradisional disertai aroma teh jeruk Hakka dan dipadukan dengan kue beras, biskuit beras rasa jeruk dan lainnya.
Tanpa sengaja generasi muda yang cinta akan tanah ini berkumpul di jalan tua Shishanjian, seperti ekonomi yang pernah menghangat di hutan pegunungan Nanzhuang, multikultural di Nanzhuang mulai saling memberikan kehangatan. Qiu Xin-wei mengatakan, “Berharap jalan tua Shishanjian dapat menjadi sebuah buku yang bisa dibaca.” Nanzhuang yang berada di pegunungan yang didalamnya sarat dengan kebudayaan tengah menanti wisatawan datang menikmatinya.
“Wisata Seni”, Citra Rasa San-yi
Mengarah ke selatan, tibalah di kota dengan kehidupan lamban lainnya di Miaoli yaitu San-yi, hembusan artistik terasa begitu kental. Hiasan tangga yang berwarna warni di depan Sekolah Dasar Jianzhong Desa Guangsheng sangat menakjubkan. Lukisan stasiun Shengxin, Jembatan Patah Longsheng, macan tutul, bunga tung dan berbagai keunikan San-yi ada atas tangga itu, ini adalah karya berkat dorongan dari Kepala Desa San-yi, Hsu Wen-ta dan hasil goresan tangan Chen Ho-yu diatas 89 buah anak tangga. Melihat dari atas permukaan tanah maupun dari setiap sudut tangga atau dari atas melihat ke bawah, setiap sudut menyajikan panorama yang berbeda.
Konon disebut Sungai Shancha, Desa Guangsheng adalah kawasan perkembangan awal dari San-yi, pusat pemerintahan, kuil bersejarah Wu-gu, toko kelontong tradisional tertua San-yi, kompleks perumahaan masa penjajahan Jepang “Sanhongwu” ini memiliki budaya yang kaya. Di desa Guangsheng sangat cocok untuk berwisata santai, banyak dinding rumah yang diberi corak nuansa Hakka. Dengan duduk di bangku sambil menyeduh teh dan menikmati pemandangan bunga tung, mengenakan caping (sejenis topi berbentuk kerucut yang umumnya terbuat dari anyaman bambu) mengenang masa lalu, atau jongkok bermain kelereng dengan anak-anak, di mana-mana terdapat kreativitas yang bisa menghibur hati. Di desa Guangsheng terdapat banyak rumah tua masih penuh dengan citra kehidupan. Terkadang masih dapat melihat ibu-ibu etnis Hakka yang menjemur sayur yang diasinkan di depan rumahnya sambil saling menyapa dengan tetangga rumah, sepanjang jalan dipenuhi dengan nuansa etnis Hakka, benar-benar sesuai dengan namanya “Lorong yang ramah”.
Dupa Kuil Wugu telah diwariskan 280 tahun, bangunan luar yang menggunakan batu-batu berwarna membentuk dinding bergambar, pilar dalam kuil berukiran seni, tidak saja memberikan citra sejarah, juga menampilan seni tradisional Taiwan. Kuil Dewa Shen Nong Wugu merupakan kuil tertua di San-yi yang juga menjadi kepercayaan dari penduduk setempat. Ketua kuil Han Mo-jie mengatakan, Dewa Shen Nong memberikan warga setempat panen yang berlimpah, ketentramaan, kemakmuran dan kesehatan. Sebelum dunia kedokteran modern seperti sekarang ini, masyarakat biasanya menggunakan Ciam Si (Seperti meramal nasib, pasien mengambil salah satu dari 100 kertas syair yang tersedia) yang memberikan diagnosis penyakit dalam dan luar, mata, ibu mengandung, anak dan lain sebagainya. Dalam lemari kayu antik di kuil, masih tersimpan berbagai jenis resep dalam bentuk syair klasik Tiongkok. Han Mo-jie mengatakan, “Desa Guang Sheng memiliki jalan tua paling kuno di San-yi, sampai sekarangpun masih banyak orang yang menggunakan kayu bakar untuk memasak air,” orang etnis Hakka biasanya mengeringkan atau membuat sayur yang tersisa menjadi acar (Sayur yang diasinkan), dari sini dapat terlihat kegigihan dari masyarakat etnis Hakka, merasakan budaya pangan mereka, “ Sangat berharap desa Guang Sheng dapat berkembang menjadi komunitas ‘Long Stay’ , pengunjung bisa merasakan kehidupan asli etnis Hakka disini lalu menghidupi komunitas ini .” Demikian harapan yang diungkapkan Han Mo-jie.
Taman Rahasia Bunga Lili
Berdasarkan konvensi “Cittaslow”, menjaga ekologi lingkungan dan tingkat partisipasi masyarakat merupakan bagian dari salah satu persyaratan. San-yi dengan memiliki hamparan taman rahasia bunga lili yang merupakan contoh terbaik dalam semangat cittaslow. Bukan untuk komersial atau keuntungan bisnis, melainkan murni ketulusan cinta akan lingkungan alami. Wan Feng-hua dan istrinya, pemilik dari taman ini selama 30 tahun diam-diam mengembalikan ekologi hutan pegunungan. Bunga lili yang memenuhi lereng gunung, merupakan hadiah yang paling berharga dari alam untuk mereka. Wang Feng-hua mengatakan, “Bunga Lili liar adalah indikator penting ekologi hutan dataran rentah yang tumbuh dimusim semi, segera mati apabila terkena herbisida.”
Wang Feng-hua yang bekerja sebagai pengukir kayu, sehari-harinya tinggal di kota San-yi. Saat menerima warisan tanah keluarga 30 tahun yang lalu, ia memulai kehidupan sehari-hari dengan merawat lingkungan. Dulu tanah ini digunakan untuk menanam padi dan buah-buahan, namun karena pemakaian pupuk, herbisida, membuat tanah ini kehilangan vitalitasnya, “Sekali menggunakan herbisida, dibutuhkan waktu 6 tahun baru dapat memulihkan seperti semula.” Setelah terus berupaya keras, akhirnya hutan pegunungan kembali pulih. Burung elang, burung Barbet Taiwan, burung Sepah, burung Swinhoe dan berbagai spesies burung kembali datang. Di malam hari masih terdengar suara kera bersahutan, seruan katak di danau layaknya sebuah pertunjukan paduan musik alam.
Guna memulihkan lingkungan seperti sedia kala, kawasan taman ini tidak dibuka untuk umum. Hanya pada musim bunga lili bermekaran di akhir Juni hingga Juli setiap tahunnya, Wang Feng-hua melalui fansclubnya, mengundang orang-orang untuk datang. Mungkin ini adalah sifat dasar etnis Hakka yang ramah, selain tidak dikenakan biaya untuk masuk ke taman, kadang-kadang juga menyediakan air putih, air teh dan mie yang dimasak dengan sayur yang diasinkan, bahkan mengerahkan seluruh anggota keluarganya untuk memberikan penjelasan mengenai ekologi, berharap selain menikmati pemandangan indah bunga lili, mereka semua juga dapat merasakan keharmonisan hidup dengan alam yang begitu indah.
Harumnya Teh dan Indahnya Bunga
Keindahan alam dan seni ukiran kayu menarik minat para seniman untuk tinggal berkumpul di San-yi. Ketua Asosiasi Pengukir Kayu, Tsai Xian-tang mengatakan, “Kebebasan gaya ukiran San-yi, menarik penggemar datang bertukar pikiran.” Dari penduduk yang berjumlah 17.000 jiwa, sekitar 200 warga San-yi adalah seniman. Shu Wen-zhong dan Zeng Wan-ting pemilik ruang kerja Taobu, yang satu membakar keramik, satunya lagi merajut kain. Bagi pasangan suami istri yang datang dari kota lain dan telah menetap selama 20 tahun lebih ini, San-yi telah menjadi kampung halaman ke dua mereka.
Bunga Li, bunga Tung, bunga Wisteria, bunga Lili, bunga Akasia… Zeng Wan-ting sambil tertawa mengatakan, “4 musim di San-yi menyajikan pemandangan bunga yang berbeda, bahkan yang paling burukpun adalah semuanya berwarna hijau, tapi hijaunya-pun berlapis-lapis.” Karena hobi minum teh, sehingga hasil karya mereka tidak pernah terpisah dari minuman itu. Shu Wen-zhong mengatakan, “Pemandangan San-yi semuanya indah, kami sering mengajak teman minum teh di bawah pohon,” suasana santai yang elegan, hidup sederhana namun romantis, hati pun terpesona oleh pemandangan alam yang indah, inspirasi tidak akan pernah habis sehingga dengan sendirinya seniman-seniman-pun berkumpul disini.
Seperti kata Kepala Desa, Hsu Wen-ta, “Sertifikat Cittaslow merupakan kehormatan, tetapi ini juga sebuah tanggung jawab.” Tujuan cittaslow adalah mengelola masa depan yang lebih indah dan hidup yang berkualitas; pemandangan yang paling indah di Taiwan adalah manusianya. Di kota lamban Miaoli, orang-orang bekerja giat, tidak peduli warga setempat maupun pendatang, mereka semua mencintai tanah ini. Miaoli mengundang siapapun untuk datang dan merasakan sendiri kebahagiaan hidup di kota lamban serta ketenangan di tengah-tengah pegunungan nan hijau.