Mok Ai-fang, adalah masyarakat keturunan Tionghwa yang berasal dari Pontianak, Kalimantan, yang kini tinggal di Taiwan lebih dari 10 tahun. Sejak tamat SMP, ia meninggalkan bangku studi dan langsung turun ke dalam dunia pekerjaan. Guna tidak menambah beban keluarg, sejak lulus SMP, dirinya bekerja di Malaysia selama 2 tahun, yang kemudian disusul dengan bekerja di Singapura. Akhir tahun 2000, ada teman yang mengajaknya untuk bekerja di luar negeri, dipilihlah Taiwan. Mulai dari sebagai perawat hingga pekerja pabrik, siapa yang dapat menduga, jika nasib berubah saat waktu tinggal di Taiwan hanya tersisa 6 bulan saja saat itu.
Bertemu dengan ibu mertua
yang gemar menghitung “Jodoh”
Hubungan cinta berakhir dengan pernikahan Mok Ai-fang dengan suami, adalah hasil karya sang mertua. Saat itu, Mok Ai-fang menemani temannya datang berkunjung, namun ibu mertua langsung membuka pembicaraan dengan pertanyaan: Apakah sudah menikah? Kapan waktu kelahirannya? Awalnya Mok Ai-fang tidak mengerti apa yang menjadi alasan bagi orang lain bertanya seperti demikian. Teringat sang ibu mertua membuka buka ramalan kalender imlek kuno, kemudian menyambungkan informasi yang diberikan, dan disarankan jalinan hubungan pasutri untuk anak lelakinya yang ke tiga. Pertemuan yang tidak memakan waktu lebih dari dua pekan, Usai habis masa kontrak kerja, Mok Ai-fang kembali ke Indonesia, dan calon suami juga turut ke Indonesia. Inilah awal mula cerita pernikahan lintas negara.
Bercinta mudah namun berlaku diri adalah hal yang susah. Usai menikah, Mok Ai-fang baru sadar jika keluarga sang suami adalah keluarga besar dengan 11 anggota saudara. Banyak hal komunikasi, pembagian tugas, membersihkan rumah, menjaga orang tua, hingga kebutuhan makan sehari-hari menjadi tanggung jawab Mok Ai-fang.
6 bulan sebelum nenek meninggal dunia, Mok Ai-fang iklas menjaga nenek sakit, makan dan tidur dilakukan di dalam kamar yang sama. Nenek merasakan ketulusan hati Mok Ai-fang. Selain mampu menerima kenyataan dan diri sendir, kini masalah yang dulu kerap muncul antara mertua dan menantu, telah menguap entah kemana.
Bergabung dengan
Keluarga Besar Imigran Baru
Beberapa tahun terakhir ini, bahasa Mandarin Mok Ai-fang tidak mengalami kemajuan yang berarti. Untuk itu, kakak mertua meminta dirinya untuk belajar bahasa. Bersama dengan teman-teman asal Indonesia, dirinya bergabung dengan pusat Imigrasi Baru Taoyuan. Dia pun bertemu dengan seorang pembawa rejeki bagi dirinya, Huang Mu-yi. Kala itu, beliau bertugas sebagai Sekjen pelaksana Pusat Imigran Taoyuan. Huang berprinsip jika setiap pendatang harus mampu mengeksplorasikan kemampuan dan bakat masing-masing hingga maksimal.
Huang meminta semua anggota dapat menampilkan keunikan negara masing-masing, misalnya kuliner. Mok Ai-fang yang sama sekali tidak sempat masuk ke dapur sejak usia kecil, juga terpaksa meminta bantuan dari keluarga di Indonesia. Sang ibu rela memberitahukan cara memasak makanan satu persatu dengan seksama. Sajian lezat makanan yang dihasilkan oleh Mok Ai-fang, mampu meraih penghargaan pertama untuk kategori inovasi kuliner, dalam lomba yang bertajuk “Lomba Masak Ragam Budaya Asia Tenggara”.
Melihat bakat dalam berbicara, hati yang lebar dan luas, Huang juga memberikan dukungan kepada Mok Ai-fang untuk dapat mengikuti pelatihan komunikasi, menggelar diskusi dimana saja, sehingga imigran baru dapat bercerita sendiri dan menulis cerita kisah yang dimiliki sendiri.
Temukan bakat sendiri
Film “Nonya Tastes of Life” adalah sebuah film perdana di Taiwan yang mengutamakan kehidupan imigran baru sebagai bintang utama, sehinga memerlukan satu sosok orang Indonesia yang paling cocok untuk ditampilkan. Saat Sutradara Wen Chih-yi tiba di lokasi audisi, Huang Mu-yi hanya memberikan skenario kepada Mo Ai-fang, sambil berkata, “Kamu pasti bisa”, guna membangun rasa percaya diri Mo Ai-fang. Depan lensa kamera para peserta harus memperagakan ragam perasaan manusia. Nenek mertua Mok Ai-fang yang baru kembali kepangkuan Yang Di Atas, hanya dengan mengingat wajah beliau, belum mencapai waktu 30 detik, airmata Mok Ai-fang telah berlinang berderai.
Agustus 2006, Mo Ai-fang menerima skenarionya seusai masa pelatihan 6 bulan berlalu. Pengambilan syuting film “Nyonya Tastes of Lifes” secara resmi mulai dilakukan pada bulan Maret 2007, dan disiarkan pada bulan Mei 2007. Semua yang terjadi bagaikan anugrah terindah dalam hidupnya, sambil mengingat dirinya bukanlah seorang pemain film kawakan. Ia juga melahirkan seorang bayi pada tanggal 14 Desember, dan penyelenggaraan Golden Bell Awards sendiri dilakukan di bulan November pada tahun yang sama.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, telah terdapat ratusan film yang menjadi bagian karyanya. Ia juga mengingat kondisi yang penuh dengan kebahagiaan saat melakukan syuting untuk film “Zone pro Zak”. Dirinya yang berperan sebagai seorang ibu yang tengah hamil, dilanda dengan sikap serba salah dan tarik ulur dalam batin sendiri. Ini adalah pengalaman yang sulit dilupakan bagi dirinya secara keseluruhan.
“Malaikat Pembantu” dalam kehidupan
Dulu seorang kakek tua sempat memberitahukannya, “Berakting adalah talentamu. Dan kamu harus senantiasa memberikan tampilan hasil karyamu.” Dalam perjalanan hidup, selain ada keluarga yang kerap memberikan semangat dan motivasi, di saat lelah dan capai, hanya Huang Mu-yin yang selalu berada di sampingnya, mengingatkan dirinya jangan sampai melewati kesempatan yang ada, memberikan semangat dan dukungan, membuka jalur pertemanan yang lebih baru dan luas. Hubungan Huang Mu-yin sangat khusus, Huang sendiri bahkan tidak menarik uang pelayanan sebagai agen manager seorang selebritis seperti Mok Ai-fang. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki aura yang sama, saling percaya dan bersama menghadapi berbagai kendala dan halangan.
Bagi Mok Ai-fang, berakting tidaklah susah, yang susah adalah bagaimana caranya melakukan komunikasi dengan orang lain. Jika bekerja sama dengan kelompok lain, maka harus dapat menyesuaikan diri denganb kebudayaan mereka yang ada. Apa yang dimiliki oleh Mok Ai-fang saat ini merupakan murni hasil karyanya sejak nol. Selaku seorang imigran baru, dengan lampu sorot saat berada di atas panggung, Huang Mu-yi tak segan untuk mengingatkan bahwa dalam menghadapi sosial masyarakat yang rawan terjadi pertikaian, maka harus mendisplinkan diri, menjaga setiap kata dan perbuatan, menerima jati diri sendiri. Karena dengan percaya diri, semuanya akan berbuah kebaikan juga.
Presenter dan Ujiannya
Menerima tugas sebagai presenter untuk acara “Aku di Taiwan, apa kabar”, yang merupakan sebuah acara televisi yang berbagi cerita tentang catatan pernikahan lintas negara. Mok Ai-fang berkeinginan mempelajari hal yang baru, menemukan hal ini sebagai tantangan baru, karena garis besar skenario dan alur cerita pasti ada perbedaan. Selain itu, cara membawa acara juga harus jelas, bahkan turut mengasah kemahiran dalam memainkan situasi rekaman. Dalam rekaman pertama, Mok Ai-fang terlihat diam, sekalipun tamu telah berhenti berbicara, dan akhirnya ada pihak televisi yang mengingatkannya. Mok Ai-fang yang terbilang telah lancar berbahasa Mandarin, masih kerap menemukan kendala saat berkomunikasi.
Sesama manusia, Mo Ai-fang dapat turut merasakan setiap hal dan permasalahan masyarakat setempat. Setiap orang yang diwawancara berbeda, dan ia harus belajar menghadapinya, sehingga yang diwawancara dapat lebih merasa nyaman dan terbuka, bertutur apa adanya di layar kaca televisi.
“Nyonya Tastes of Life”, “Zon Pro Sak”, kedua film ini telah turut mengharumkan nama Indonesia, karena peran penting di dalam film tersebut dimainkan oleh menantu asal Indonesia. Mo Ai-fang sendiri juga adalah sosok yang patut ditiru, karena pakar ahli, siapa saja berhak menyandangnya. Selama rajin dan tekun, tanpa membedakan SARA, semua pasti memiliki “Panggung pentasnya” sendiri.