Perkebunan Kopi Budidaya Luwak
Ke Bai-xiang yang berani menerima tantangan, beberapa tahun lalu membeli lahan tanah perkebunan kopi seluas 336 hektar pada ketinggian 1.500 meter, lokasi bersebelahan dengan Gunung Berapi Malabar, produk biji kopi Arabica yang dihasilkan berkualitas tinggi, melalui proses buah kopi setelah dimakan luwak sampai dikeluarkan feses (kotoran), menghasilkan buah kopi beraroma harum unik, beberapa tahun ini kopi luwak menjadi popular, saat ini harga jual 1 kilogram kopi luwak sudah melebihi USD800,-.
“Tahun 2015, bertepatan dengan peringatan 60 tahun Konferensi Asia-Afrika, setelah melalui pemeriksaan sangat ketat, kopi kami berhasil lolos, terpilih sebagai kopi yang disuguhkan pada pemimpin-pemimpin dari berbagai negara untuk mencicipinya, bahkan hingga sekarang ini sudah 3 tahun dinobatkan sebagai kopi terbaik dan mendapatkan keyakinan dari presiden Republik Indonesia.” Demikian kata Ke Chao-chih. Dalam perkebunan keluarga Ke juga dibangun pusat pembudidayaan luwak dengan rumah sakit hewan berlisensi, di satu sisi menanam kopi pada sisi lain membudidayakan luwak, dapat dipastikan produk yang dihasilkan tidak dengan cara paksa memberikan luwak makan, melainkan luwak yang dilepaskan setelah beradaptasi dengan kehidupan alam bebas, saat ini telah membudidayakan lebih dari 120 ekor luwak dan hampir seratus ekor luwak yang telah dilepaskan ke alam bebas.
Tanah dataran tinggi menghasilkan biji kopi berkualitas, Lin Chia-chi, istri Ke Bai-xiang sendiri-lah yang mengeringkan biji kopi, setiap tahunya mampu menghasilkan hampir 4 ton kopi, dan tahun 2014 mulai dipasarkan ke Taiwan dengan harga per gram antara NTD1800 hingga NTD3000, bahkan telah bekerja sama untuk jangka waktu panjang dengan butik café Museum Chimei dan butik café lainnya, Ke Bai-xiang yang sangat memperhatikan ekosistem juga merencanakan membuka perkebunan pariwisata seluas lapangan sepak bola, agar semakin banyak orang yang datang dan mereka tidak hanya sekedar minum kopi, tetapi turut merasakan keindahan alami restorasi ekologi.
Pada mulanya Ke Chao-chih tidak sepenuhnya setuju dengan keinginan anaknya Ke Bai-xiang investasi dalam bidang perkebunan kopi, keinginan untuk mengembangkan usaha sampingan dikarenakan Ke Bai-xiang melihat adanya keterbatasan usaha tekstil terhadap valuta asing, ia pernah dalam satu bulan mengalami defisit bernilai setara dengan 4 buah mobil Mercedes Benz karena adanya fluktuasi kurs valuta asing. Sebaliknya, kopi memiliki pasar mendunia, juga dapat diekspor ke Taiwan. Untungnya, ia memiliki perspektif investasi yang tepat, sekarang ini perkembangan usaha perkebunan kopi berjalan stabil, mendapatkan keyakinan dari ayahnya Ke Chao-chih, juga sebuah catatan gemilang lain bagi investor Taiwan di Indonesia.
Ke Chao-chih mengemukakan, saat ini ada lebih dari 10 ribu pengusaha Taiwan di Indonesia, dengan nilai investasi melebihi USD15,3 milyar, menciptakan lebih dari 1 juta kesempatan kerja, merupakan investasi asing terbesar ke-9 di Indonesia. Pada tahun-tahun awal pengusaha Taiwan yang berinvestasi ke arah selatan harus bekerja keras, namun semangat tinggi orang Taiwan berkembang di pelosok Asia Tenggara, seperti sekarang ini, generasi kedua pengusaha Taiwan menciptakan lembaran baru bagi usaha keluarganya. Keluarga marga Ke dengan semangat pengembangan yang berkelanjutan, kedua putranya meneruskan usaha yang telah dibangun di Indonesia, selaku ketua kehormatan federasi pengusaha Taiwan ia selalu memberikan pelayanan pada para pengusaha Taiwan di Indonesia, berharap kekuatan industri yang telah dibangun pengusaha Taiwan di negara rantau dapat memberikan dukungan dan kekuatan bagi perekonomian Taiwan.
Ke Bai-quan (kiri bawah), putra pertama Ke Chao-chih, di pabrik percetakan kain membantu menyelesaikan masalah mesin dan membimbing standar prosedur kerja mesin kepada karyawannya. (foto : Ke Chao-chih)